Penetapan Upah Pekerja Harus Dievaluasi Ulang

04-12-2014 / KOMISI IX

 

Penetapan besaran upah pekerja menjadi persoalan yang terjadi terus menerus setiap tahunnya. Hal ini diakibatkan belum optimalnya pemberlakuan instruksi Presiden No.9/2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam rangka keberlangsungan usaha dan peningkatan kesejahteraan pekerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.7/2013 tentang Upah Minimum.

Selain itu, penetapan upah yang merugikan pekerja, diakibatkan karena belum adanya sistem pengupahan secara nasional. Untuk itu, diharapkan ada peraturan khusus yang dilahirkan pemerintah dalam melaksanakan sistem pengupahan secara nasional.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR Syamsul Bachri, dalam pertemuan antara tim kunker spesifik Komisi IX dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Ketua Dewan Pengupahan, Ketua Apindo dan Ketua Serikat Pekerja Provinsi Bali, di Provinsi Bali, Selasa (2/12).

“Perlu re-evaluasi hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang merupakan dasar penetapan upah minimum pekerja dari 60 item menjadi 84 item terlebih dengan adanya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Untuk itu, pekerja meminta kepada pemerintah daerah untuk melakukan revisi penetapan upah minimum dengan memasukan penambahan nilai presentase efek kenaikan BBM,” kata Syamsul.

Sebagaimana diketahui, penetapan besaran upah dilakukan setiap tahun sekali atas kesepakatan dari Serikat Pekerja/Buruh dengan Asosiasi pengusaha yang termasuk dalam Dewan Pengupahan. Pengejawantahan dari hak penghidupan yang layak telah dituangkan dalam penetapan upah minimum pekerja sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.7/2013 tentang Upah Minimum.

“Penetapan upah minimum pekerja pada hakekatnya sebagai jaring pengaman agar upah pekerja tidak merosot tajam pada titik terendah sebagai akibat ketidakseimbangan pasar kerja dengan besarnya pertumbuhan angka pekerja di Indonesia. Namun di lapangan, upah minimum telah bergeser dari tujuan awal sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Politisi Golkar ini.

Komisi IX yang membidangi ketenagakerjaan dan kesehatan telah menerima aspirasi dan masukan terkait permasalahan upah pekerja yang disampaikan oleh beberapa stakeholder seperti Dewan Pengupahan Nasional dan LKS Tripartit Nasional serta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia.

Oleh karena itu, Komisi IX yang membidangi ketenagakerjaan merasa perlu melakukan kunjungan spesifik ke Provinsi Bali sebagai perwakilan provinsi di Indonesia yang telah dan belum menetapkan upah minimum pekerja tahun 2015 dalam rangka pengawasan terhadap penerapan penetapan upah minimum tahun 2015 oleh pemerintah provinsi.

Provinsi Bali, tambah Syamsul, merupakan provinsi dengan kenaikan UMP tertinggi tahun 2014 di seluruh Indonesia yaitu mencapai 30,62% dari UMP tahun 2013 sebesar Rp 1.181.000,- meningkat di tahun 2014 menjadi Rp 1.542.600,-. Sementara di tahun 2015 capaian kenaikan UMP Bali termasuk rendah yaitu sebesar 5,09% atau Rp 1.611.172,- sedangkan nilai KHL sebesar Rp 1.612.818,-.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali, I Gusti Agung Ngurah Sudarsana mengakui bahwa terdapat kesulitan dalam menentukan besaran UMP, dikarenakan adanya disparitas yang cukup jauh antar kabupaten atau kota.

“Oleh karena itu, kami punya pemikiran kami akan meniru Jawa Timur, Yogyakarta, Semarang, atau Jawa Barat bahwa tidak ada UMP tetapi UMK. Karena apa? Karena didasari dengan perkembangan daerahnya,” jelas Sudarsana.

Sudarsana juga melaporkan bahwa Bali memiliki angka pengangguran yang minim, sehingga menjadikannya salah satu provinsi terbaik di Indonesia dalam mengentaskan pengangguran. Ia juga mengungkapkan, pekerjaan informal kurang disukai oleh masyarakat Bali, sehingga bidang ini lebih didominasi oleh masyarakat luar yang datang ke Bali.

“Pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan hotel kebanyakan yang bekerja dari luar Bali. Mereka datang baik dari Jawa, dari Nusa Tenggara Barat (NTB) maupun Nusa Tenggara Timur (NTT). Jadi pengangguran di Bali sangat kecil,” tambah Sudarsana.

Sementara itu, Ketua DPB SPSI Bali yang juga anggota Dewan Pengupahan Provinsi Bali, Wayan Madre mengemukakan bahwa pihaknya memang dilema ketika hendak menentukan upah tinggi di daerah-daerah lain selain Denpasar, Badung dan Gianyar. Pasalnya, ketika daerah itu merupakan barometer daripada daerah pariwisata dan ekonomi, sehingga perkembangannya lebih bagus dibanding daerah lainnya.

“Kalau acuan saya secara pribadi barangkali upah apa yang kita buat sekarang ini jauh, sebab kehidupan di Denpasar, Badung dan Gianyar ini bukan main biaya hidupnya tinggi. Tetapi kalau ini kita lakukan sebagai acuan untuk menentukan upah harus tinggi, rekan-rekan kami di kabupaten lain seperti Jembrana, Buleleng, Bangli, Klungkung itu apa mereka bisa mengejar? Inilah kesulitan saya selaku Wakil Serikat Pekerja,” tutur Madre.

Oleh karena itu, ia berharap kepada Serikat Pekerja untuk menunjukkan kemampuannya dan kemampuan daerahnya masing-masing, sehingga dapat meraih hasil yang lebih tinggi sesuai dengan perekonomian yang ada di daerah tersebut.

Kunjungan spesifik Komisi IX DPR RI ke Provinsi Bali dipimpin Wakil Ketua Komisi IX Syamsul Bachri (F-PG) disertai sejumlah anggota lintas fraksi yakni Saniatul Lativa, Dewi Asmara, Budi Supriyanto, Charles J. Mesang, dan Andi Fauziah Pujiwatie Hatta dari Fraksi Partai Golkar; Khadir dari Fraksi Partai Gerindra; Siti Mufattahah, dan Verna Gladies Merry Inkiriwang dari Fraksi Partai Demokrat; Riski Sadig dari Fraksi PAN; Chaerul Anwar dari Fraksi PKS; Irgan Chairul Mahfiz, dan Okky Asokawati dari Fraksi PPP.(iw)/foto:iwan armanias/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Netty Catat Evaluasi Program MBG: Soal Variasi Menu, Kualitas Rasa, hingga Sistem Reimburse
15-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menyampaikan pentingnya evaluasi dan perbaikan terhadap pelaksanaan Program Makan...
Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Komisi IX Minta Masyarakat Tak Panik
10-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengapresiasi langkah cepat Kementerian Kesehatan terkait ditemukannya virus Human...
Dukung MBG, Kurniasih: Sudah Ada Ekosistem dan Ahli Gizi yang Mendampingi
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyatakan dukungannya terhadap implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Nurhadi Tegaskan Perlunya Pengawasan Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menegaskan komitmennya untuk mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...